Data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) tahun 2016, menunjukkan bahwa sejak tahun 1967, dimana pada tahun 1967 luasan perkebunan rakyat (small holder) masih di angka 44.088 hectare atau sekitar 42,48% dari 103.773 hectare. Sementara perkebunan milik Negara mencapai 57% dan milik swasta hanya 1%.
Dalam perjalanannya, luasan areal ini mengalami naik-turun, meskipun secara total luasan selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Angka di tahun 2014 atau 47 tahun kemudian, menunjukkan total luasan areal perkebunan tebu di Indonesia mencapai 478.108 hectare atau meningkat hampir 4 kali lipat. Dari angka luas areal tersebut, 290.967 hectare adalah perkebunan rakyat (atau meningkat hampir 8 kali lipat dari tahun 1967); luas perkebunan milik pemerintah seluas 77.504 hectare; dan perkebunan swasta sebesar 109.638 hectare.
Dari angka tersebut menunjukkan kenaikan signifikan terutama untuk perkebunan rakyat dan perkebunan swasta.
Jika ditilik lebih mendalam, dari total luasan areal di tahun 2014 tersebut, areal terluas berada di Pulau Jawa, yakni mencapai 313.426 hectare dengan jumlah produksi sebanyak 1.612.756 ton. Sementara total produksi di Indonesia adalah 2.579.173 ton.
Namun angka tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan angka kebutuhan konsumsi gula di tahun yang sama yang telah mencapai 5 juta ton. Artinya masih ada defisit (kekurangan) berkisar 2 sampai 2,5 juta ton per tahun. Dan itulah yang ditutup dengan impor gula oleh pemerintah.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah agar mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, namun masih belum membuahkan hasil. Mekanisasi dan ekstensifikasi masih belum mampu mendongkrak produksi. Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah penetapan harga dan jaminan pembelian atas produk petani serta kemampuan (efisiensi) produksi pabrik gula di Indonesia harus dipikirkan secara serius.
Jaminan harga diperlukan agar masyarakat mau menanan tebu. Sebab jika harga dijamin, maka secara otomatis akan banyak masyarakat berminat menanam tebu. Kebijakan pemerintah sebenarnya harus difokuskan dalam hal ini. Hal kedua yang harus dilakukan parallel adalah memperbaiki efisiensi pabrik gula dengan peremajaan mesin dan manajemen modern. Dan itu bukan hal sulit jika kedua hal ini menjadi prioritas utama dalam setidaknya 5 tahun kedepan. Mekanisasi dan ektensifikasi tentu akan mengikuti karena ketertarikan masyarakat dalam menanam tebu pasti terjadi jika kedua hal penting tersebut menjadi target pemerintah.
Jika mau jujur, kebijakan pemerintah dari era 90-an selalu dan masih selalu pro pasar dan konsumen. Belum berpihak pada produsen.Untuk itulah menjadi hal penting mengenai kebijakan jaminan harga tersebut bagi produsen (dalam hal ini petani/pekebun tebu).
Disarikan dari Buku Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tebu 2014-2016, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, 2015
0 comments:
Posting Komentar